Kabar Rakyat Terkini_Kehidupan para orang kudus, selalu saja menjadi sumber inspirasi, bagi insan yang mencintai Sang Pencipta dan sesamanya. Seperti kisah hidup Santo Andreas Kim Tae-gon dan Santo Paulus Chong Ha-sang.
Kedua martir ini menunjukkan teladan keberanian umat katolik Korea, yang telah membayar mahal cinta mereka kepada Kristus. Semangat kemartirannya menjadi pintu gerbang bagi pewartaan iman Kristiani selanjutnya. Militansi iman ini menjadi harta Gereja sepanjang masa.
Kesaksian hidup mereka selalu bersumber pada Yesus, yang berpesan pada Injil hari ini yakni “berkeliling dari kota ke kota dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah“.
Yesus tidaklah sendiri. Ia ditemani dua belas orang murid dan para wanita yang pernah Ia sembuhkan.
Teladan Yesus memberitakan Injil dipraktikkan secara baik oleh Santo Andreas Kim Tae-gon dan para martir Korea.
Andreas Kim Taegon (김대건 안드레아) adalah imam Katolik keturunan Korea pertama. Di akhir abad ke_18, agama Katolik Roma di Korea mulai secara sangat perlahan mengakar dan diperkenalkan oleh para umat awam. Baru pada tahun 1836 Korea menerima kedatangan para misionaris yang ditahbiskan (yakni para anggota Komunitas Misi Luar Negeri Paris – Paris Foreign Mission Society), di mana para misionaris ini mendapati bahwa orang-orang Korea telah memeluk agama Katolik.
Terlahir di tengah keluarga terpandang masyarakat Korea saat itu (yangban), orang tua Kim Taegon berubah memeluk agama Katolik dan ayahnya kemudian dihukum mati karena menjadi Kristiani – suatu tindakan terlarang di Korea yang sangat kental Konfusianisme-nya saat itu.
Kim Taegon belajar di sebuah seminari di Makau dan ditahbiskan menjadi seorang imam di Shanghai setelah enam tahun pendidikan.
Ia kemudian kembali ke Korea untuk berkhotbah dan menyebarkan Injil. Selama masa Dinasti Joseon, agama Kristiani ditindas keras dan banyak umat Kristiani yang disiksa dan dibunuh. Umat Katolik harus secara tertutup mempraktikkan iman mereka. Kim Taegon adalah salah satu dari beberapa ribu umat Kristiani yang dihukum mati selama masa ini.
Pada tahun 1846, dalam usia 25 tahun, ia disiksa dan dihukum pancung. Kata-kata terakhirnya adalah:
“Ini adalah waktu terakhir dari hidupku, dengarkan aku baik-baik: bila aku pernah berkomunikasi dengan orang asing, maka hal ini terjadi untuk agama dan Tuhan-ku. Adalah untuk-Nya aku ini mati. Kehidupan abadiku baru mulai. Jadilah orang Kristiani bila engkau berharap untuk bahagia setelah meninggal dunia, karena Tuhan memiliki hukuman abadi bagi mereka yang menolak untuk mengenal-Nya.”
Pada tanggal 6 Mei 1984, Paus Johanes Paulus II mengkanonisasi Andrew Kim Taegon bersama dengan 102 orang martir Korea lainnya, termasuk diantaranya Paulus Chong Ha Sang.
Penghormatan kepada mereka dirayakan setiap tanggal 20 September.
“Kita perlu memberi perhatian pada karya pastoral agar banyak orang dapat terselamatkan. Iman kita harus terus berkobar, agar selalu sedia dalam berkarya,” tulis Albert, seorang jurnalis dalam renungan hariannya.
@RedaksiKRT