Kabar Rakyat Terkini, Kota Kupang_Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, melalui Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan pidana terhadap terdakwa Fajar Widyadharma Lukman Sumatmadja, SIK (alias Fajar alias Andi), mantan Kapolres Ngada, yang terjerat kasus tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak, dengan Penjara 20 tahun.
Tim JPU yang terdiri dari Arwin Adinata, S.H., M.H., Kadek Widiantari, S.H., M.H., Samsu Jusnan Efendi Banu, S.H., dan Sunoto, S.H., M.H. mendakwa terdakwa dengan dakwaan kombinasi (alternatif kumulatif) sebagai berikut:
Dakwaan Kesatu
1. Pasal 81 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP;
ATAU
2. Pasal 82 ayat (1) jo. Pasal 76E dan ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2016;
ATAU
3. Pasal 6 huruf c jo. Pasal 15 ayat (1) huruf e dan huruf g UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
DAN :
Dakwaan Kedua
Pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Berdasarkan hasil pembuktian di persidangan, JPU menyatakan perbuatan terdakwa memenuhi unsur pidana sebagaimana dalam Dakwaan Kesatu (Pasal 81 ayat (2) jo. Pasal 65 KUHP) dan Dakwaan Kedua (Pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 27 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 64 KUHP).
Tuntutan Pidana
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kupang, JPU menuntut agar terdakwa:
1. Menyatakan Terdakwa Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja (alias Fajar alias Andi) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana “dengan sengaja melakukan tipu muslihat dan/atau membujuk Anak untuk melakukan persetubuhan dengannya” sebagaimana Pasal 81 Ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Jo. Pasal 65 Ayat (1) KUH Pidana dan menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan tindak pidana “dengan sengaja dan tanpa hak mempertunjukan, mendistribusikan, menstransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik, dan/atau Dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum” sebagaimana Pasal 45 Ayat (1) Jo. Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo. Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana;
2. Menjatuhkan Pidana Penjara selama 20 (dua puluh) tahun dengan dikurangkan selama Terdakwa berada dalam masa penangkapan dan penahanan dengan perintah Terdakwa tetap berada dalam tahanan dan Pidana Denda sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) subsidair 1 (satu) tahun dan 4 (empat) bulan kurungan;
3. Membebankan Terdakwa untuk membayar Restitusi sebesar Rp 359.162.000,00 (tiga ratus lima puluh sembilan juta seratus enam puluh dua ribu rupiah) subsidair 4 (empat) Tahun sebagaimana surat dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Nomor: Nomor A.0234.R/KEP/SMP-LPSK/VI TAHUN 2025 tanggal 03 Juni 2025 tentang Penilaian Ganti Rugi atas nama Anak korban dengan rincian :
• Anak korban I.S. sebesar Rp34.645.000
• Anak korban M.A.N. sebesar Rp159.416.000
• Anak korban W.A.F. sebesar Rp165.101.000
4. Barang bukti berupa pakaian, handphone, laptop, serta rekaman video dirampas untuk dimusnahkan, sedangkan barang-barang milik korban dikembalikan.
Hal-hal yang Memberatkan
• Terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan tidak menunjukkan penyesalan.
• Perbuatan terdakwa menimbulkan trauma mendalam bagi anak korban.
• Kasus ini menjadi viral di media sosial, menimbulkan keresahan masyarakat luas.
• Sebagai aparat penegak hukum, terdakwa seharusnya menjadi teladan, namun justru mencoreng nama baik institusi.
• Perbuatan terdakwa merusak citra Polri dan bangsa di mata internasional.
• Tidak mendukung program pemerintah dalam perlindungan anak.
Hal yang meringankan: tidak ada.
Komitmen Penegakan Hukum
Kejati NTT menegaskan komitmennya dalam menegakkan hukum secara tegas, memberikan perlindungan kepada anak, dan memastikan keadilan bagi korban.
“Negara tidak boleh kalah melawan kejahatan seksual terhadap anak. Tuntutan ini menjadi bukti nyata bahwa Kejaksaan berkomitmen melindungi masa depan generasi penerus bangsa,” tegas JPU dalam persidangan.
Sidang ditunda pada hari Senin tanggal 29 September 2025 dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoo’i) dari Penasehat Hukum Terdakwa.
Kasipenkum Kejati NTT Raka Dharmawan pun menjelaskan, tak ada fakta yang meringankan terdakwa Fajar.
@RedaksiKRT