Kabar Rakyat Terkini, Kota Kupang_ Stefani Heidi Doko Rehi alias Fani (20), seorang mahasiswa di Kota Kupang Nusa Tenggara Timur, yang mendatangkan bocah 5 tahun untuk dirudapaksa Fajar Widyadharma, di hotel Kristal, sejak hari ini Kamis 12 Juni 2025, resmi menjadi tahanan Jaksa Kejaksaan Negeri Kota Kupang. Fani dan sejumlah barang bukti diserahkan penyidik PPA Ditkrimum Polda NTT kepada Jaksa Penuntut Umum, untuk segera menjalani persidangan. Atas aksinya, Fani dijerat pasal berlapis terkait kekerasan seksual terhadap anak dan tindak pidana perdagangan orang.
Fajar, Eks Kapolres Ngada, mengaku bernama Andy kepada Fani saat memintanya untuk mendatangkan anak-anak, sebagai obyek pemuas nafsu seksualnya.
“Fajar alias Andi mengaku kepada klien kami Fani, bahwa ia sangat-sangat menyukai anak-anak. karenanya Fani membawa anak tuan kostnya kepada Andi,” ujar Mekson Beri SH MSi, ketua tim pembela TSK Fani kepada Kabar Rakyat Terkini, usai mendampingi Tahap 2 kliennya.
Akibatnya, Penyidik PPA Polda NTT menjerat fani dengan pasal tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dan perdagangan orang.

Tindak pidana ini terjadi pada 11 Juni 2024 di Hotel Kristal Kupang, di mana tersangka Fani diduga kuat menjadi fasilitator dalam mempertemukan korban anak berusia 6 tahun ( 5 tahun lebih saat disetubuhi Fajar). dengan tersangka lain dalam berkas terpisah, yaitu Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja, S.I.K alias Fajar alias Andi, yang sebelumnya telah terlebih dahulu dilimpahkan ke Kejaksaan.
Dalam aksinya, Fani mencarikan anak sesuai permintaan Fajar, menyewa mobil, mengajak korban jalan-jalan, membelikan pakaian, lalu membawanya ke kamar hotel tempat Fajar melakukan kejahatan seksual terhadap korban.
Perbuatan tersebut mengakibatkan cedera fisik serius, dibuktikan melalui hasil visum et repertum yang menunjukkan robekan pada selaput dara korban akibat kekerasan tumpul.
Tersangka Fani dijerat dengan beberapa alternatif pasal, yaitu:
Kesatu : Pasal 81 Ayat (2) UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU No. 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Kedua: Pasal 82 Ayat (1) Jo. Pasal 76 e UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU No. 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Ketiga : Pasal 6 huruf c UU No. 12 tahun 2022 tentang Kekerasan Seksual. dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp300.0OO.0OO,00 (tiga ratus juta rupiah).
Keempat : Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 10 jo Pasal 17 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Tersangka Fani sebelumnya telah menjalani penahanan sejak tanggal 24 Maret 2025, dan telah mengalami beberapa kali perpanjangan penahanan sesuai prosedur hukum.
Setelah penyerahan Tahap II hari ini, tersangka kembali ditahan oleh Jaksa Penuntut Umum di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas III Kupang untuk masa penahanan 20 hari, terhitung sejak 12 Juni 2025 hingga 1 Juli 2025.
Sesaat sebelum mengenakkan rompi tahanan, fani sempat menangis tersedu dan menitikkan air mata. di dalam ruangan admin pidum Kejari Kota Kupang.
“Iya, saya kira tadi kita semua lihat dia meneteskan air mata. itu tanda penyesalan. secara hukum ia sudah salah,” urai Mekson Beri menutup wawancara dengan Kabar rakyat Terkini.
Sementara Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur dan Kejaksaan Negeri Kota Kupang berkomitmen penuh untuk menangani perkara ini secara objektif, profesional, dan transparan.
“Keterlibatan dalam memfasilitasi kekerasan seksual terhadap anak dan dugaan perdagangan orang menunjukkan bentuk kejahatan serius yang tidak hanya melukai korban secara fisik dan psikis, tetapi juga merusak tatanan sosial dan nilai kemanusiaan, kata Raka Putra Dharma, Kasipenkum Kejati NTT kepada sejumlah media usai proses tahap II.
Kejaksaan memastikan bahwa proses hukum berjalan tegas dan adil untuk menegakkan keadilan bagi korban serta memberi efek jera kepada pelaku.
Selain itu, Kejaksaan mengajak masyarakat untuk lebih waspada dan aktif mencegah terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), terutama dengan meningkatkan pengawasan terhadap anak-anak dan mendorong pelaporan setiap indikasi eksploitasi.
Perlindungan terhadap anak dan pencegahan TPPO adalah tanggung jawab bersama demi masa depan generasi yang lebih aman, bermartabat, dan bebas dari kekerasan.
@RedaksiKRT