Kabar Rakyat Terkini, Jakarta_Di hadapan Komisi III DPR RI, Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, Zet Tadung Allo. menyebut nama lengkap dua korban kekerasan seksual. dari tersangka AKBP Fajar. saat rapat dengar Pendapat, Kamis (22/05/25) siang. RDP ini terjadi setelah Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak Nusa Tenggara Timur menilai proses pemberkasan terlalu lama, dan mengadu ke Komisi III.
Saat diberikan kesempatan memaparkan perkembangan pemberkasan perkara tersangka AKBP Fajar, Kajati membuat kekeliruan fatal. Membaca dokumen yang telah disiapkan, Bapak Kajati menyebut secara lengkap nama korban perkosaan AKBP Fajar, yang masih berusia 5 tahun. Nama korban kedua yang berusia 16 tahun pun disebut dengan lengkap. Pembacaan nama korban terhenti, ketika salah seorang ibu peserta RDP menginterupsi ketua komisi.
“Ijin Bapak Pimpinan, maaf ini kan terbuka ya. apakah nama korban dipublikasikan seperti ini diperbolehkan? Kita harus tetap melindungi indentitas korban.” ujar seorang Ibu peserta rapat.
Interupsi ini menghentikan pembacaan nama lengkap korban kedua dan ketiga, yang berusia 13 dan 16 tahun.
Penyebutan nama lengkap anak yang menjadi korban maupun pelaku kekerasan atau kejahatan, tidak diperbolehkan. Mengutip laman hukumonline, disebutkan anak yang diduga menjadi korban pemerkosaan, dapat dikategorikan sebagai anak korban, sehingga perlindungan hukumnya tunduk pada ketentuan dalam UU no !! tahun 2012 terntang peradilan anak (UU SPPA).
Pasal 17 ayat (2) UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anakmengatur setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.
Ketentuan tersebut juga ditegaskan dalam Pasal 19 UU SPPA, bahwa identitas anak, anak korban, dan/atau anak saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.
Identitas yang dimaksud meliputi nama anak, nama anak korban, nama anak saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak, anak korban, dan/atau anak saksi. Setiap orang yang melanggar kewajiban tersebut diancam pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 500 juta rupiah.
Sementara mengutip SuaraSulsel.id , Aliansi Junalis Indonesia pun mengingatkan media. Untuk mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Saat memberitakan kasus kekerasan seksual. Pasal 5 KEJ menegaskan bahwa Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Sehingga, secara hukum, setiap orang dilarang untuk membocorkan rahasia identitas anak korban, termasuk orang tua anak korban, di media cetak dan elektronik. Jika dilanggar, maka yang bersangkutan dapat dipidana.
@RedaksiKRT