Kabar Rakyat Terkini, Kota Kupang_ Di hadapan puluhan peserta diskusi kebijakan adaptasi perubahan iklim yang berkeadilan, Gubernur Nusa Tenggara Timur, Melkiades Laka Lena akan mendorong ketahanan pangan melalui program cetak sawah. Meski Melky mengakui wilayahnya selalu mengalami devisit air, mencetak sawah baru menjadi pilihan utama Pemprov NTT untuk membangun swasembada pangannya.
Keterbatasan sumber daya air, tak menurunkan niat Pemprov NTT untuk mewujudkan program swasembada pangan. Melky bertekad akan memaksimalkan infrastruktur yang telah terbangun, seperti bendungan dan embung, serta memanfaatkan teknologi untuk menaikkan air dari bawah tanah, demi meningkatkan produktivitas pangan. Meningkatkan peningkatan ketersediaan air, pemprov akan melakukan penghijauan kembali hutan dan daerah tangkapan air.
“Kami akan meningkatkan bagaimana kapasitas produktifitas pangan memenuhi kebutuhan NTT sendiri. Selama ini kita masih mengimpor seratus ribu ton dari total kebutuhan selama setahun, kita akan melakukan intensifikasi dan memperluas lahan sawah baru baik itu lahan basah ketika musim hujan maupun lahan kering,” papar Melky cepat.
Melky berjanji memperkuat ketahanan pangan NTT dalam merusak hutan tanpa memanfaatkan lahan tidur dan akan melakukan pembangunan infrastruktur lanjutan, untuk memanfaatkan bendungan yang telah terbangun.
“Sudah beberapa bendungan telah dibangun irigasinya oleh balai sungai, kita pun sudah mendapatkan anggarannya untuk pembangunan jaringan irigasinya.beberapa bangunan di jaman Soeharto juga akan memperbaruinya,” ujar Melki.
Gagasan Gubernur NTT dengan perluasan sawah yang memproduksi beras sebagai program swasembada pangan, tidak komprehensif, dalam mendukung ketahanan pangan, melalui keberagaman sumber pangan. Diektur Pikul menilai kebijakan cetak sawah baru sebagai gagasan rendahan, karena mendukung
“Kita tidak membicarakan cara menangkap ikan dengan baik. kacang-kacangan di mana letaknya, Pengawetan protein hewani di mana letaknya. kita hanya fokus pada karboidrat penyebab diabetes. Dalam programnya pemerintah mendukung diabet tipe dua.” urai Tory, Direktur LSM Pikul kritis.
Tory pun nmengkritisi kecenderungan pengembnagan pangan pada satu jenis pangan.
“Kenapa harus cetak sawah. Kalau ini lahan kering jangan bergantung pada satu jenis makanan tetapi juga keragaman. kalau kita lihat misalnya orang Timor di Malaka, Wanibesak, Dia kan tergantung pada musim. Musim apa makan apa. Orang Sabu Orang Rote juga sama, Secara tradisi Ketahanan pangan NTT harus bergantung pada kemampuan musim bukan digenjot pada satu komodiri. keragaman itu yang mendukung ketahanan. kalau produksi hanya satu jenis saja itu tak akan tahan.” ungkap Direktur PIKUL lantang.
Pelaku Pangan Baik, Sindy Soge, Pendiri Wetan Helero, di desa Hewa, Kecamatan Wulangitang, Kabupaten flores TImur, mengaku program bantuan benih pemerintah, yang fokus pada salah satu jenis pangan, beras, membantu ketahanan pangan warga.
Benih-benih yang dipasarkan tidak adaptif dengan kondisi lahan dan iklim setempat.
“Di saat ini bantuan ada banyak bantuan pemerintah seperti beras, uang, meski bertujuan mengatasi kerawanan pangan,sayangnya program ini memberikan kontribusi buruk dimana bantuan menggunakan barang impor. Hal ini mendevaluasi pengetahuan tradisional masyarakat lokal, dan meningkatkan ketergantungan pada barang impor sehingga mengakibatkan warga kehilangan peluang eknomi.” jelasnya bersemangat.
Salah satu local champion pelaku pangan baik ini berharap pemerintah tidak melestarikan pelestarian benih-benih pangan lokal yang sangat berfariatif, dan teruji ketahanannya, sebagai sumber utama penguatan ketahanan pangan rakyat.
Selama menekuni isu pangan. Sindy telah melestarikan 17 jenis padi lokal dan belasan jenis kacang-kacangan, yang merupakan warietas lokal, yang dulunya menjadi sumber pangan masyarakat di kawasan Flores Timur.
@RedakswiKRT