Kabar Rakyat Ambon_Rencana pembangunan pusat Maluku Integrated Port (MIP) di Waisarissa, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), diduga akan dibangun di tanah milik Tommy Winata (TW).
Hasil penelusuran di lapangan, eks pabrik tripleks PT Jayanti Grup tersebut akan difungsikan untuk lokasi pembangunan Ambon Integrated Port.
Selain itu, menurut sumber warga sekitar, juga akan difungsikan sebagai lokasi smelter nikel yang sedang melakukan eksplorasi oleh PT Indonesia Mitra Jaya.
Senada dengan kesaksian beberapa warga Waisarissa, Senin (14/04/2025), Ali Usemahu, Ketua Kapitan Lease Seram Bangkit, mempertanyakan motif pemerintah provinsi Maluku menempatkan Proyek Strategis Nasional (PSN) MIP di Waisarissa pada lahan swasta milik TW tersebut.
“Pembangunan infrastruktur kerap disebut sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi nasional. Namun pembangunannya dijalankan dengan pendekatan elitis, tanpa keberpihakan pada keadilan sosial, dan justru menjadi sumber ketimpangan baru,” papar Ali Usemahu tegas.
PSN MIP yang dirancang akan dibangun di Waisarissa, Kabupaten Seram Bagian Barat, adalah potret nyata dari dilema tersebut.
Di balik nama besar proyek ini, terselip kontroversi yang mengusik akal sehat publik. Kepala Daerah di Maluku menyuarakan bahwa MIP adalah bagian dari visinya menjadikan Maluku sebagai simpul logistik Indonesia Timur. Tapi apakah ini visi yang murni untuk rakyat, atau justru proyek yang dibungkus jargon pembangunan untuk balas budi, pada swasta yang diduga kuat terindikasi tukar guling pendanaan kampanye di Pilkada Gubernur.
Ali Usemahu menilai, salah satu tokoh yang paling terkait erat dengan proyek ini adalah Bapak Hendrik Lewerissa, Gubernur Maluku.
“Ia menyuarakan bahwa MIP adalah bagian dari visinya menjadikan Maluku sebagai simpul logistik Indonesia Timur. Tapi apakah ini visi yang murni untuk rakyat, atau justru proyek yang dibungkus jargon pembangunan untuk mengabdi pada kepentingan tertentu,?” Tanya Ali kritis.
Lokasi Proyek Dipertanyakan
MIP didesain sebagai pelabuhan peti kemas terintegrasi yang akan menggantikan peran Pelabuhan Yos Sudarso di Ambon. Namun pemilihan lokasi di Waisarisa memicu banyak tanya.
“Mengapa bukan Kota Bula di Seram Bagian Timur yang justru secara akademik dinilai lebih layak?” tanya Ali lugas.
Kota Bula memiliki letak geografis strategis, infrastruktur pendukung, serta aksesibilitas yang memadai. Sayangnya, suara akademisi dan pakar kebijakan tidak terdengar dalam pengambilan keputusan. Tokoh masyarakat menilai ini bentuk pembangkangan terhadap logika pembangunan yang rasional.
“Pertanyaan yang lebih tajam patut diajukan. Jikalau ini Proyek Strategis Nasional, mengapa dibangun di atas tanah milik swasta? Lebih gawat lagi, tanah tersebut merupakan bekas lahan industri milik perusahaan swasta yang saat ini terafiliasi milik TW, salah satu tokoh utama dalam jaringan oligarki yang dikenal sebagai “9 Naga?” Ujarnya geram.
Ali menilai pemimpin daerah di Maluku hanya mengutamakan kepentingan perusahaan swasta, dalam mega proyek tersebut.
“Apakah pemimpin daerah, dengan segala kekuatan moral dan politiknya, tidak menyadari betapa bahayanya membiarkan hak ulayat masyarakat adat dan kesejahteraan masyarakat Maluku bergantung pada kepemilikan swasta yang terafiliasi elite kapital?” herannya.
Kata dia, MIP seharusnya menjadi simbol kemajuan Indonesia timur. Tapi jika dijalankan dengan mengabaikan prinsip keadilan spasial, pertimbangan ekologis, dan penghormatan terhadap hak masyarakat adat, maka proyek ini hanya akan menjadi momentun konpirasi Kepala Daerah dengan elit oligarki nasional.
Ali Usemahu meminta Presiden Probowo mengkaji kajian menyeluruh perlu segera dilakukan sehingga diharapkan PSN ini akan memberikan multi efek bagi pembangunan di Maluku. Selain itu Kolaborasi pempus dan pemda sangat diperlukan dalam penyusunan masterplan_nya agar dapat mengakomodir semua kepentingan didalamnya.
“Di lain sisi Political will pemerintah dari sisi intervensi kebijakan nasional baik regulasi dan anggaran penting dilakukan serta partisipasi dan dukungan swasta agar tata kelola jalur logistik barang dan jasa melalui PSN pengembangan pelabuhan Ambon terpadu dapat berjalan dengan lancar dan menjadi pintu masuk Industrilisasi di wilayah timur Indonesia,” tutup Usemahu.
Ditempat terpisah, Ahmad Mony, Peneliti Pusat Kajian Pembangunan Kelautan terkait lokasi yang paling strategis adalah bagaimana koridor maritim pulau Seram itu dibuka.
“Karena apa? Itu akan menjadi pintu, membuka isolasi banyak wilayah sekaligus, provinsi yang akan dibuka dari keterisolasian secara aksesibilitas yang pertama adalah Maluku sendiri, kemudian Papua, Papua Barat lalu yang akan terdampak juga adalah konektivitas ke Papua dan Maluku Utara,” paparnya.
Mony menyebutkan, di dalam koridor tersebut ada beberapa provinsi yang akan terkoneksi dengan koridor seram bagian timur, pertama adalah kota sorong, kabupaten sorong, kabupaten sorong selatan, kabupaten raja empat, kabupaten fakfak, kabupaten SBT, kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten SBB kemudian kota Ambon, dan tiga titik point pertumbuhan ekonomi yang akan memicu dan menggerakan daerah-daerah lain yang agak miskin dan pertumbuhan ekonominya rendah.
3 titik point itu bisa di bayangkan, itu ada kota sorong di papua barat, kota bula bagian tengah, dan kota ambon di sisi yang satunya lagi. Karena tiga kota ini adalah kota dengan PDRB yang tinggi, KPAD yang tinggi, kemudian angka kemiskinannya juga sudah rendah, investasinya sudah bagus, kunjungan wisatawan yang mancanegara maupun domestik juga sudah tinggi dan lainsebagainya.
“Ini akan memberi efek kepada daerah daerah yang belum tumbuh dengan baik. Nah bagi saya untuk menghubungkan ketiga titik ini kan kota bula ada ditengah tuh diantara kota ambon dan kota sorong,” urai Mony menjelaskan.
Lanjud Mony, semisalnya pemerintah mau bijaksana dan mau bersabar, untuk melakukan perencanaan dan kajian yang lebih komperhensif dulu, maka titik letaknya MIP itu harusnya di Kota Bula sebagai persimpangan.
“Ini didukung oleh sumber daya alam yang nyata disana. Kedepan minyak dan gas bumi itu akan menjadi primadona dalam menggerakan ekonomi, baik lokal maupun nasional, termasuk untuk kedaulatan pangan, dan sumber daya pertanian serta kelautan yang dimilikinya,” paparnya.
“Semua persyaratan tersebut dimiliki kabupaten SBT kota Bula, petensi minyak dan gas yang ada di cekungan bula, itu kan masih potensial dan tertinggi di indonesia, lebih tinggi dari provinsi sumatera selatan dan papua sendiri,” tutupnya.
Dimasa mendatang, Jikalau seandainya ada rencana eksplorasi dan eksploitasi lebih lanjut terhadap sumber daya migas, semua ini akan menjadi penggerak ekonomi pulau Seram dan pulau-pulau sekitarnya,
Kabupaten SBT sendiri pun masih memiliki wilayah yang luas dan belum dimanfaatkan, sehingga ketersediaan lahan sangat memada.
” Kami membaca dan mendengar beberapa waktu lalu pemerintah daerah melalui Bapak Abdullah Vanath sebagai Wakil Gubernur Maluku, secara ekslusif telah menentukan dan menyebutkan, lokasi pembanguan Maluku Intergrated Port ini akan dibangun di Waisarissa, kabupaten SBB. Persoalannya ketersedian lokasi dijadikan hanya salah 1 syarat untuk menentukan lokasi ini. Pemda perlu mempertimbangkan pra syarat lain dan itu membutuhkan kajian yang komprehensif, ketika lokasi ditentukan tidak menjadi mubazir tetapi memberi manfaat bagi masyarakat Maluku. Kami membaca master plan Presiden Prabowo, wilayah Indonesia Timur dijadikan pusat pengembangan pangan, perikanan, pertanian, kehutanan dan pertambanagan. Berarti, faktor komoditi atau sumber daya alam ini sangat penting dan penetapan lokasi juga harus sangat geo strategis dan geo ekonomis lalu ada dukungan infrasruktur yang tersedia,” ungkapnya tegas.
@RedaksiKRT