Kabar Rakyat Terkini_Jarum jam menunjukkan pukul 20.00 wita di salah satu ruangan rumah jabatan Gubernur Nusa Tenggara Timur. Dalam balutan cahaya lampu mahal, sejumlah tokoh perempuan dan pemerhati isue isue gender dan anak, berhadap-hadapan muka dengan Ny. Mindriyati Laka Lena dan Ny. Vera J Asadoma, Ketua dan wakil ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi NTT. Wajah mereka ceria dan cahaya mata yang berbinar dengan sedikit bias kecemasan. Para perempuan ini sedang menggugah asa, kokoh dan mendalam, memandang perjalanan kasus kekerasan seksual dan dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menyeret AKBP Fajar Wydiadharma Lukman Sumaatmadja, mantan Kapolres Ngada. Sang perwira ini menjadi tersangka utama pelaku kekerasan seksual terhadap anak-anak di bawah umur.
Narasi kebejatan sang perwira polisi ini telah bergema ke seantero bumi. Kelakuan nirmoral sang Kapolres terkuak berkat penelusuran Polisi Australia atas video pornonya di situs prostitusi anak. Sambil memegang tongkat komando, Fajar mengganyang beberapa anak perempuan di bawah umur, sebagai obyek eksploitasi fantasi seksualnya. Menggunakan kekuatan uang gajinya yang bersumber dari pajak rakyat, mantan Kapolres Sumba Timur ini memesan bocah-bocah perempuan, dari seorang mahasiswi, pengguna aplikasi michat, langganannya
Fakta-fakta ini menggores nurani wanita pujaan hati Melki Laka Lena, sang Gubernur NTT. Setelah menggandeng Forum Perempuan Diaspora NTT di Jakarta, menggemakan kasus ini ke Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Selasa malam tadi, bersama pujaan hati mantan Kapolda NTT, Irjen Pol Johny Asadoma, suara keadilan semakin dikencangkan, ke dalam kesadaran publik.
Udara sejuk beraroma segar di rumah jabatan Gubernur NTT yang mentereng mulai menghangat, kala para aktivis bersuara lantang, karena langkah hukum yang diambil aparat hukum jauh dari cukup. Fajar cuma dijerat UU TPKS (Tidan Pidana Kekerasan Seksual) dan UU ITE (Informasi dan Transasksi Elektronik). Para aktivis menjerit di hadapan istri-istri penguasa ini.
“Fakta lapangan menunjukkan bahwa unsur pelanggaran jauh lebih kompleks, meliputi dugaan TPPO, UU Perlindungan Anak, dan UU Anti-Pornografi, hingga dugaan penyalahgunaan narkotika,” jerit para aktivis di antaranya RD Leonardus Mali, dan Pdt, Emy Sahertian.
Keluhan pun mengalir dari mulut-mulut aktivis ke dalam relung kepedulian Yati dan Vera, agar pasal-pasal tersebut harus segera ditambahkan penyidik, Fajar pun harus diproses tanpa perlindungan jabatan dan atau institusi.
“Kasus ini mencoreng institusi kepolisian dan melukai rasa keadilan masyarakat. Ini juga bukti nyata kegagalan sistemik dalam melindungi anak-anak dari pelaku kejahatan seksual dan perdagangan manusia. Fakta pelaku juga aparat aktif, menambah urgensitas kepastian dalam proses hukum, yang wajib transparan dan adil.” tambah mereka.
Didampingi Staf Ahli TP PKK Provinsi NTT, Yati dan Vera kembali berkomitmen kepada para aktivis, terus tetap mengawal kasus ini dan memastikan korban mendapatkan pendampingan dan perlindungan maksimal.AKBP
AKBP Fajar Ditetapkan Sebagai Tersangka
Sementara itu mengutip situs hukumonline.com, Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri telah menetapkan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWLS) sebagai tersangka dugaan kasus asusila dan penggunaan narkoba,
“Hari ini statusnya telah menjadi tersangka dan ditahan di tahanan Bareskrim Polri,” ucap Kepala Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi (Karowabprof) Divpropam Polri Brigjen Agus Wijayanto yang dilansir Antara dari konferensi pers di Divhumas Mabes Polri, Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Sementara Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko menyatakan, tersangka FWLS juga disangkakan melanggar Kode Etik Profesi Polri (KEPP).
“Dengan wujud perbuatan melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan persetubuhan atau perzinahan tanpa ikatan pernikahan yang sah, konsumsi narkoba, serta merekam, menyimpan, mengunggah, dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur,” kata Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko.
Trunoyudo menjelaskan FWLS diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur dan satu orang dewasa berusia 20 tahun. Adapun, tiga korban anak di bawah umur tersebut, antara lain, berusia enam tahun, 13 tahun, dan 16 tahun. FWLS juga diduga merekam perbuatan seksualnya dan mengunggah video tersebut ke situs atau forum pornografi anak di web gelap.
Malam semakin larut. Pertemuan yang dipenuhi aktivis lintas jaringan penyuara isu perlindungan perempuan dan anak di NTT dan Perwakilan lembaga-lembaga telah menggapai satu semangat.
Dalam satu semangat juang, Yati dan Vera mendukung RD Leonardus Mali Pr (J-RUK Kupang), Ruth Laiskodat (Kadis DP3AP2KB NTT), Ansy Rihi Dara (LBH Apik NTT), Ester Mantaon (Rumah Harapan GMIT), Marince Safe (Rumah Harapan GMIT), Marce Tukan (LPA NTT), Anna Djukana (LPA NTT), Veronika Ata (LPA NTT), Leny Korang (Rumah Perempuan), Libby SinlaloE (Rumah Perempuan), Inka Maramis (Aktivis Sumba Tengah), TH M. Florensia (Bapperida NTT), dan Maria Inviolata (FH Undana).
Dari rumah megah rujab Gubernur NTT, para aktivis tak hadir cuma sebagai pendengar, namun penggerak yang menggemakan desakan penegakan hukum tanpa pandang bulu dan untuk perubahan nyata dalam bermasyarakat.
@RedaksiKRT